PERANCANGAN RUMAH SUSUN SURAKARTA YANG HEMAT ENERGI DAN SUSTAINABLE

FACHRIZAL, MUHAMMAD GURUH (2023) PERANCANGAN RUMAH SUSUN SURAKARTA YANG HEMAT ENERGI DAN SUSTAINABLE. S1 thesis, Universitas Mercu Buana Jakarta.

[img] Text (HAL COVER)
01 COVER.pdf

Download (306kB)
[img] Text (ABSTRAK)
02 ABSTRAK.pdf

Download (81kB)
[img] Text (BAB I)
03 BAB 1.pdf
Restricted to Registered users only

Download (164kB)
[img] Text (BAB II)
04 BAB 2.pdf
Restricted to Registered users only

Download (822kB)
[img] Text (BAB III)
05 BAB 3.pdf
Restricted to Registered users only

Download (897kB)
[img] Text (BAB IV)
06 BAB 4.pdf
Restricted to Registered users only

Download (1MB)
[img] Text (BAB V)
07 BAB 5.pdf
Restricted to Registered users only

Download (255kB)
[img] Text (DAFTAR PUSTAKA)
08 DAFTAR PUSTAKA.pdf
Restricted to Registered users only

Download (26kB)
[img] Text (LAMPIRAN)
09 LAMPIRAN.pdf
Restricted to Registered users only

Download (214kB)

Abstract

Each region has its own challenges in achieving an ideal urban life. The development of the times, global and local issues are also elements that need to be considered in designing residential areas. The challenges faced range from global issues such as pandemics, epidemics, natural disasters, certain health issues, economic issues, social and cultural issues. Slums and squatters are growing rapidly in big cities in Indonesia, even in metropolitan cities such as Jakarta and other cities in Indonesia. According to Law No.1 of 2011 concerning PKP, slums are uninhabitable settlements characterized by building irregularity, high levels of building density and unqualified building quality and facilities and infrastructure. An illegal settlement, generally defined as a residential area built on "wild" vacant land in a city either privately or government-owned, without legal rights to land and/or permission from the building authority, is inhabited by very poor people who do not have access to permanent land ownership. The term illegal settlement actually dates back to the time of development initiated by Western countries, around the presence of the writings of Charles Abrams and John Turner, especially around the 1976 Habitat Conference in Vancouver, Canada (Srinivas, 2007). As a professional architect and prospective architect, of course, it is required to think about the design both in terms of interior and exterior (and landscape) for the new normal order. The social distancing order is the main part, because it will affect the size of the area of the building designed. Slums are still a thorny problem faced by Indonesia. It is recorded that slum areas in Indonesia in the last 5 years have increased by 87,000 hectares which was originally only 38,000 hectares (PUPR 2020 data). This happens due to the increasing number of people in Indonesia who are not accompanied by sufficient land availability, so that the longer the land that functions as a settlement is decreasing. This has an impact on the growth of slums with all their problems. Many people with middle to lower economic ranges choose to use illegal lands which they think can reduce costs in realizing their homes. No longer thinking about habitability or not, this community tends to Many people with middle to lower economic ranges choose to use illegal lands which according to them can reduce costs in realizing their housing. No longer thinking about habitability or not, this https://lib.mercubuana.ac.id Laporan Perancangan Arsitektur Perancangan Rumah Susun Surakarta vii society tends to. The arrangement of slum (and / or wild) areas is one of the challenges for the government, especially for areas that have rapid population growth. So in this design, the author carries the concept of "Design of Energy-Efficient and Sustainable Surakarta Flats". https:// Setiap daerah memiliki tantangannya masing-masing dalam mencapai kehidupan urban yang ideal. Perkembangan zaman, isu global dan lokal pun menjadi unsur yang perlu diperhatikan dalam merancang kawasan lingkungan tempat tinggal. Tantangan yang dihadapi mulai dari isu global seperti pandemi, epidemi, bencana alam (natural disaster), isu kesehatan tertentu, isu ekonomi, isu sosial dan budaya. Permukiman kumuh dan liar memang tumbuh pesat di kota-kota besar di Indonesia, bahkan di Kota Metropolitan seperti Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Menurut UU No.1 Tahun 2011 tentang PKP permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni yang ditandai dengan ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Permukiman liar, secara umum didefinisikan sebagai suatu kawasan permukiman yang terbangun pada lahan kosong “liar” di kota baik milik swasta maupun pemerintah, tanpa hak yang legal terhadap lahan dan/atau izin dari penguasa yang membangun, didiami oleh orang sangat miskin yang tidak mempunyai akses terhadap pemilikan lahan tetap. Istilah permukiman liar sesungguhnya dimulai sejak masa pembangunan yang diprakarsai negara Barat, sekitar kehadiran tulisan Charles Abrams dan John Turner, terutama sekali sekitar Konferensi Habitat tahun 1976 di Vancouver, Canada (Srinivas, 2007). Sebagai seorang arsitek profesional dan calon arsitek, tentunya dituntut untuk ikut memikirkan desain baik dari segi interior dan eksteriornya (dan landscape) untuk tatanan new normal. Tatanan jaga jarak menjadi bagian yang utama, dikarenakan akan mempengaruhi besaran luas dari bangunan yang di desain. Kawasan permukiman kumuh masih menjadi persoalan pelik yang dihadapi Indonesia. Tercatat kawasan kumuh di Indonesia dalam 5 tahun terakhir bertambah seluas 87.000 hektar yang semula hanya seluas 38.000 hektar (data PUPR 2020). Hal ini terjadi akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia yang tidak diiringi dengan ketersediaan lahan yang mencukupi, sehingga semakin lama lahan yang difungsikan sebagai permukiman semakin berkurang. Hal ini berdampak pada tumbuhnya kawasan kumuh dengan segala permasalahannya. Banyak masyarakat dengan rentang ekonomi menengah kebawah memilih untuk menggunakan lahan-lahan ilegal yang menurut mereka mampu menekan biaya dalam mewujudkan hunian mereka. Tidak lagi memikirkan layak huninya atau tidak, masyarakat ini cenderung Banyak masyarakat dengan rentang ekonomi menengah kebawah memilih untuk menggunakan lahan-lahan ilegal yang menurut mereka mampu menekan biaya dalam mewujudkan hunian mereka. Tidak lagi memikirkan layak huninya atau tidak, masyarakat ini cenderung. Penataan kawasan permukiman kumuh (dan atau liar) menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi pemerintah, khususnya bagi daerah yang memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup pesat.Maka dalam perancangan ini penulis mengusung konsep “Perancangan Rumah Susun Surakarta Yang Hemat Energi dan Sustainable”.

Item Type: Thesis (S1)
Call Number CD: FT/ARS. 23 083
NIM/NIDN Creators: 41217010037
Uncontrolled Keywords: Perancangan Rumah Susun Surakarta Yang Hemat Energi dan Sustainable
Subjects: 500 Natural Science and Mathematics/Ilmu-ilmu Alam dan Matematika > 530 Physics/Fisika > 531 Classical Mechanics, Solid Mechanics/Mekanika Klasik, Mekanika Benda Padat > 531.6 Energy/Energi
600 Technology/Teknologi > 690 Buildings/Teknik Bangunan
700 Arts/Seni, Seni Rupa, Kesenian > 720 Architecture/Arsitektur > 728 Residential and Related Buildings/Perumahan > 728.1 Low-cost House Architecture/Arsitektur Rumah Murah
700 Arts/Seni, Seni Rupa, Kesenian > 720 Architecture/Arsitektur > 728 Residential and Related Buildings/Perumahan > 728.8 Private Dwelling Architecture/Arsitektur Bangunan Pribadi
Divisions: Fakultas Teknik > Arsitektur
Depositing User: khalimah
Date Deposited: 01 Dec 2023 08:15
Last Modified: 04 Dec 2023 07:06
URI: http://repository.mercubuana.ac.id/id/eprint/84503

Actions (login required)

View Item View Item